Askep Fraktur tibia atau Fraktur Colles

Askep Fraktur tibia atau Fraktur Colles - Hai teman Nursing Nurse, di Artikel ini yang berjudul Askep Fraktur tibia atau Fraktur Colles, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik dan ringkas agar mudah di pahami untuk anda baca dan dapat di ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Kumpulan Askep, yang kami tulis ini dapat anda pahami dan bermanfaat. baiklah, selamat membaca.

Judul : Askep Fraktur tibia atau Fraktur Colles
link : Askep Fraktur tibia atau Fraktur Colles

Baca juga


Askep Fraktur tibia atau Fraktur Colles

TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep Dasar Teoritis Medis
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah, (Sjamsuhidayat & Wim De Jong, l 998)
Fraktur tibia(Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh, (Oswari, 1995)
2. Jenis- Jenis Patah tulang:
a. Patah tulang terbuka atau tertutup
Patah tulang terbuka yaitu bila tulang yang patah menembus jaringan lunak disekitarnya dan terjadi hubungan antara tulang dan udara. Patah tulang tertutup yaitu patah tulang yang tidak menyebabkan jaringan kulit robek.
b. Patah tulang lengkap dan tidak lengkap
Patah tulang lengkap (Complete) bila patahan- patahan tulang satu sama lainnya. Patah tulang tidak lengkap yaitu bila antara patahan tulang masih terjadi hubungan sebagian. Patah tulang tidak lengkap sering terjadi pada anak yang tulangnya lebih lentur.
c. Tulang Menurut garis patahnya
1) Patah tulang melintang
2) Patah tulang oblik atau miring
3) Patah tulang memanjang
4) Patah Tulang bertindih yaitu bagian tulang yang patah saling berhadapan dan berdekatan
5) Patah Tulang Baji yaitu kepingan tulang masuk kebagian tulang yang lunak, (Oswari, 1995)
3. Etiologi
Fraktur dapat terjadi diakibat oleh beberapa hal:
a. Kekerasan langsung yaitu tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu sendiri, biasanya bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau miring
b. Kekerasan tidak langsung yaitu patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan, biasanya terjadi pada bagian paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan, (Oswari, 1995).
4. Patofisiologi
Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ- organ penting lainnya, pada saat kejadian kerusakan terjadilah respon peradangan dengan pembentukan gumpulan atau bekuan fibrin , osteoblas mulai muncul dengan jumlah yang besar untuk membentuk suatu metrix baru antara Fragmen- fragmen tulang. Klasifikasi terjadinya fraktur dapat dibedakan yang terdiri dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka, fraktur tertutup yaitu tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, fraktur terbuka yaitu terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit,(Suriadi & Rita yuliani, 1995).
Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang terkelupas dari tulang dan terobek terus kesisi berlawanan dari sisi yang mendapat truma, akibatnya darah keluar melalui celah- celah periosteum dan ke otot disekitarnya dan disertai dengan oedema, selain keluar melalui celah periosteum yang rusak, darah juga keluar akibat terputusnya pembuluh darah didaerah terjadinya fraktur.
Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertambah selam 24 jam pertama, menjelang akhir periode ini otot menjadi hilang elastisitasya, oleh karena itu reposisi lebih mudah dilakukan selama beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan reposisi atau immobilitas maka pertumbuhan atau penyatuan tulang dimulai dengan pembentukan kallus, (Sjamsuhidajat & wim de jong, 1998)
5. Gejala klinis
Menurut Oswari (1995), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Bentuk anggota badan yang diduga patah tampak berubah
b. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek
c. Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan
d. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang
e. Daerah yang patah terasa sakit, bengkak dan berubah warna.
f. Gejala yang pasti ialah bila dibuat foto rontgent.
6. Penatalaksanaan
Menurut Brunner & suddarth (2002). Prinsip penanganan Fraktur meliputi:
a. Reduksi fraktur Adalah Mengembalikan fregmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis
b. Imobolisasi fraktur Adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna dan interna.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan imobilisasi harus dipertahan kan sesuai dengan kebutuhan.
7. Fase Penyembuhan tulang
Menurut Sjamsuhidajat & Wim de jong (1998). fase penyembuhan tulang meliputi:
a. Fase Hematoma
Proses penyembuhan yang terjadi dari proses perdarahan disekitar patahan tulang, proses ini terjadi secara biologis alami pada setiap patahan tulang.
b. Fase jaringan fibrosis
Hematoma akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis, jaringan ini yang menyebabkan fregmen tulang saling menempel.
c. Fase Pembentukan Kallus
Jaringan fibrosis yang menempel pada patahan tulang akan membentuk kodroid yang merupakan bahan dasar pembentukan tulang.
d. Osifikasi
Terjadi penulangan total yang disebabkan oleh kallus fibrosa menjadi kallus tulang
e. Ree modelling
Kemampuan tulang unuk menyesuaikan bentuknya seperti bentuk semula.
B. Konsep Dasar Teoritis Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematika untuk mengumpulkan data atau informasi dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan pasien.
a. Identitas Pasien
Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur (batas usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan pembedahan), pendidikan (pendidikan masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern), pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan dalam menegakkan diagnosis atau menentukan kebutuhan pasien.
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun,(Brunner & suddarth, 2002)
c. Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)
e. Pola Kebiasan
1. Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit, (Doenges, 2000).
2. Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi dilakukan ditempat tidur, (Doenges, 2000)
3. Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali, (Doenges, 2000)
4. Pola Aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas) sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan fungsi anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan aktivitasnya pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri, (Doenges, 2000)
5. Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur. (Doenges, 2000)
f. Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan besisik. Dampak psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya program immobilisasi serta proses penyembuhan yang cukup lama, (Doenges, 2000)
g. Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa mengartikan makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya, (Doenges, 2000)
h. Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau ada program amputasi), (Doenges, 2000)
i. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
1. Inspeksi
Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, Laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
2. Palpasi
Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
3. Perkusi
Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
4. Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)
j. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan leukosit urine
Bisa cenderung dapat terjadi formasi batu kemih yang menetap akibat Program Immobilisasi.
b. Darah
Hitung darah lengkap: memotokrit mungkin meningkat, atau menurun karena pendarahan bermakna pada sisi fraktur.
2. Rontgent
Untuk mengetahui secara pasti lokasi fraktur, luas fraktur, dan menunjukkan jenis kerusakan sehingga dapat ditegakkan diagnosa pasti,
(Doenges, 2000)
2. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
a. Data Subjektif
- Keluhan rasa nyeri yang hebat pada daerah Fraktur
- Kebas/ kesemutan
- Tangan sakit bila digerakkan
- Takut cacat
- Takut melakukan pergerakan
- Cemas yang berlebihan
b. Data Objektif
- Keadaan umum lemah
- Nyeri tekan pada daerah fraktur
- Ekpresi wajah meringis
- Menolak untuk melakukan pergerakan
- Penurunan kekuatan otot
- Pembengkakan jaringan pada sisi cedera
- Perdarahan pada daerah fraktur
- Adanya luka
- Cemas/ gelisah
Menurut Doenges (2000). Dari data diatas dapat dirumuskan kemungkinan diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada pasien fraktur adalah:
1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang ( fraktur)
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan cedera pada jaringan lunak
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit/ jaringan berhubungan fraktur terbuka
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat
3. Perencanaan Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang ( fraktur)
Tujuan:
- Mempertahankan Stabilisasi
Kriteria;
- Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada posisi fraktur
- Menunjukkan pembentukan kallus/ mulai penyatuan fraktur dengan tepat
Intervensi:
- Pertahankan tirah baring/ ekstremitas sesuai dengan indikasi
- Sokong dengan bantal/ gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir
- Pertahankan posisi/ integritas traksi
- Bantu meletakkan beban dibawah roda tempat tidur bila diindikasikan.
Rasionalisasi
- Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/ penyembuhan
- Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gip yang kering.
- Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot/ pemendekan untuk memudahkan posisi/ penyatuan
- Membentuk posisi pasien dan fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan timbal balik
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan cedera pada jaringan lemak
Tujuan:
- Menyatakan nyeri hilang
Kriteria:
- Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
- Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
- Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera
- Lakukan dan awasi latihan tentang gerak pasif/ aktif
- Indentifikasi aktifitas terapeutik yang tepat untuk usia pasien, kemampuan fisik dan penampilan pribadi
Rasionalisasi
- Menghilangkan nyeri dan mencegah kasalahan posisi tulang/ tegangan jaringan yang cedera
- Meningkatkan aliran balik Vena, menurunkan oedema, dan menurunkan nyeri
- Membantu untuk menghilangkan ansietas, pasien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman cedera
- Mempetahankan kekuatan otot yang sakit dan memudahkan resolusi, imflamasi pada jaringan yang cedera
- Mencegah kebosanan, menurunkan tegangan, dan dapat meningkatkan harga diri, dan kemampuan Koping
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan :
- Meningkatkan/ mempertahankan mobilitas pada tingkat yang mungkin
Kriteria:
- Mempertahankan posisi fungsional
- Meningkatkan kekuatan/ yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
- Menunjukkan tehnik yang mampu melakukan aktivitas
Intervensi
- Kaji derajat Imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap immobilisasi
- Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/ rekreasi, pertahankan rangsangan. contoh radio, TV, koran, kujungan keluarga/ teman
- Intruksikan pasien untuk/ bantu dalam rentan gerak pasien pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit
- Berikan/ bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, tongkat, segera mungkin intruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas
Raionalisasi
- Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/ persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/ intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan
- Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri/ harga diri, dan membantu menurunkan isolasi sosial
- Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah gerak konfraktur
- Mobilitas diri menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit/ jaringan berhubungan fraktur terbuka
Tujuan:
- Menyatakan ketidak nyamanan hilang
Kriteria:
- Menunjukkan perilaku/ tehnik untuk mencegah kerusakan kulit/ memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/ penyembuhan lesi terjadi
Intervensi:
- Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing , kemerahan, pendarahan, perubahan warna, kelabu, memutih
- Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
- Ubah posisi dengan sesering mungkin,
Rasionalisasi
- Memberiklan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh pemasangan gip
- Menurunkan tekanan Pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
- Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.
Tujuan:
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau demam
Kriteria:
- Pasien mengutarakan nyeri pada luka berkurang
- Perawatan memberikan hasil yang baik
- Tanda infeksi tidak terjadi
Intervensi
- Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas
- Kaji sisi pen atau Kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri/ rasa terbakar atau adanya oedema, eritema, derainase/ bau tak enak
- Berikan perawatan pen atau kawat steril sesuai perotokol dan latihan cuci tangan
- Intruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi
Rasionalisasi
- Pen/ kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan/ abrasi (Dapat menimbulkan infeksi tulang)
- Dapat mengindientifikasikan timbulnya indikasi lokal atau nekrosis jaringan, yang dapat menimbulkan oesteomiditis.
- Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
- Meminimalkan kesempatan untuk kombinasi
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat
Tujuan:
- Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan
Kriteria:
- Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan
- Menjelaskan alasan tindakan
Intervensi
- Dorong pasien untuk menjalankan latihan aktif / pasif
- Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis
- Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat
- Kaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan datang
Rasionalisasi
- Mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini
- Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap dan kerja sama pasien dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang
- Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi oesteomielitis
- Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah pengolahan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
Tujuan dari pelaksanaan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. pelaksanaan perawatan yang dilakukan berdasarkan diagnosa perencanaan perawatan pada pasien fraktur radius distal sinistra adalah:
1. Memberikan rasa nyaman pada pasien
2. Melakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien
3. Mencegah terjadinya infeksi gangguan integeritas kulit
4. Membantu memenuhi kebutuhan pasien sehari- hari
5. Melibatkan peran serta anggota keluarga dalam tindakan
6. Memberikan penyuluhan dan bimbingan pada keluarga pasien, dan memberikan dorongan pada pasien
5. Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran terhadap kebersihan dari rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien, evaluasi.
semua masalah yang dihadapi oleh pasien teratasi sebagian hal ini disebabkan masih adanya luka bekas operasi yang tidak mungkin dapat disembuh dalam dalam waktu yang sangat singkat dan nyeri yang dirasakan pasien belum sembuh total, serta pasien belum bisa melakukan aktivitas secara mandiri sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Dan dari hasil evaluasi tersebut didapatkan perubahan- perubahan pada pasien yang mengarah kepada kondisi yang lebih dari sebelumnya. Seperti misalnya pada masalah Resiko terhadap infeksi; tidak ditemukan adanya tanda- tanda infeksi


Itu tadi adalah Askep Fraktur tibia atau Fraktur Colles

baik Sekianlah artikel Askep Fraktur tibia atau Fraktur Colles kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Askep Fraktur tibia atau Fraktur Colles dengan alamat link https://nursingcyberku.blogspot.com/2013/04/askep-fraktur-tibia-atau-fraktur-colles.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOAL UJI KOMPETENSI PERAWAT NERS / D3 2018

SOAL UJI KOMPETENSI PERAWAT NERS / D3 2018

CARA MENGATASI BATREY CEPAT LOW PADA ANDROID